Selasa, 02 Juni 2009

Shalawat Nabi

Shalawat Nabi SAW
M. Luqman Hakiem


Apa hubungan Istighfar dengan Shalawat Nabi SAW? Mengapa dalam praktik sufi,senantiasa ada dzikir Istighfar dan Shalawat Nabi dalam setiap wirid-wiridnya? Hubungan Istighfar dan Shalawat, ibarat dua keping mata uang. Sebab orang yang bershalawat, mengakui dirinya sebagai hamba yang lebur dalam wahana Sunnah Nabi. Leburnya kehambaan itulah yang identik dengan kefanaan hamba ketika beristighfar.

Shalawat Nabi, merupakan syari’at sekaligus mengandung hakikat. Disebut syari’at karena Allah SWT, memerintah kan kepada para hamba-Nya yang beriman, agar memohon kan Shalawat dan Salam kepada Nabi. Dalam Firman-Nya:

“Sesungguhnya Allah dan para MalaikatNya senantiasa bershalawat kepada Nabi. Wahai orang-orang beriman bershalawatlah kepada Nabi dan mohonkan salam baginya.” (QS. 33: 56)

Beberapa hadits di bawah ini sangat mendukung firman Allah Ta’ala tersebut :

Suatu hari Rasulullah SAW, datang dengan wajah tampak berseri-seri, dan bersabda: “Malaikat Jibril datang kepadaku sambil berkata, “Sangat menyenangkan untuk engkau ketahui wahai Muhammad, bahwa untuk satu shalawat dari seseorang umatmu akan kuimbangi dengan sepuluh doa baginya.” Dan sepuluh salam bagiku akan kubalas dengan sepuluh salam baginya.” (HR.an-Nasa’i)

Sabda Rasulullah SAW:

“Kalau orang bershalawat kepadaku, maka malaikat juga akan mendoakan keselamatan yang sama baginya, untuk itu hendaknya dilakukan, meski sedikit atau banyak.” (HR. Ibnu Majah dan Thabrani).

Sabda Nabi SAW,

“Manusia yang paling uatama bagiku adalah yang paling banyak shalawatnya.” (HR. at-Tirmidzi)

“Paling bakhilnya manusia, ketika ia mendengar namaku disebut, ia tidak mengucapkan shalawat bagiku.” (HR. at-Tirmidzi).

“Perbanyaklah shalawat bagiku di hari Jum’at” (HR. Abu Dawud).

“Sesungguhnya di bumi ada malaikat yang berkeliling dengan tujuan menyampaikan shalawat umatku kepadaku.” (HR. an-Nasa’i)

“Tak seorang pun yang bershalawat kepadaku melainkan Allah mengembalikan ke ruhku, sehingga aku menjawab salam kepadanya.” (HR. AbuDawud).

Tentu, tidak sederhana, menyelami keagungan Shalawat Nabi. Karena setiap kata dan huruf dalam shalawat yang kita ucapkan mengandung atmosfir ruhani yang sangat dahsyat. Kedahsyatan itu, tentu, karena posisi Nabi Muhammad SAW, sebagai hamba Allah, Nabiyullah, Rasulullah, Kekasih Allah dan Cahaya Allah. Dan semesta raya ini diciptakan dari Nur Muhammad, sehingga setiap detak huruf dalam Shalawat pasti mengandung elemen metafisik yang luar biasa.

Mengapa kita musti membaca Shalawat dan Salam kepada Nabi, sedangkan Nabi adalah manusia paripurna, sudah diampuni dosa-dosanya yang terdahulu maupun yang akan datang? Beberapa alasan berikut ini sangat mendukung perintah Allah SWT. Nabi Muhammad SAW adalah sentral semesta fisik dan metafisik, karena itu seluruh elemen lahir dan batin makhluk ini merupakan refleksi dari cahayanya yang agung.

Bershalawat dan bersalam yang berarti mendoakan beliau, adalah bentuk lain dari proses kita menuju jati diri kehambaan yang hakiki di hadapan Allah, melalui “titik pusat gravitasi” ruhani, yaitu Muhammad Rasulullah SAW. Nabi Muhammad SAW, adalah manusia paripurna. Segala doa dan upaya untuk
mencintainya, berarti kembali kepada orang yang mendoakan, tanpa reserve.

Ibarat gelas yang sudah penuh air, jika kita tuangkan air pada gelas tersebut, pasti tumpah. Tumpahan itulah kembali pada diri kita, tumpahan Rahmat dan Anugerah-Nya melalui gelas piala Kekasih-Nya, Muhammad SAW. Shalawat Nabi mengandung syafa’at dunia dan akhirat. Semata karena filosofi Kecintaan Ilahi kepada Kekasih-Nya itu, meruntuhkan Amarah-Nya. Sebagaimana dalam hadits Qudsi, “Sesungguhnya Rahmat-Ku, mengalahkan Amarah-Ku.” Siksaan Allah tidak akan turun pada ahli Shalawat Nabi, karena kandungan kebajikannya yang begitu par-exellent.

Shalawat Nabi, menjadi tawashul bagi perjalanan ruhani umat Islam. Getaran bibir dan detak jantung akan senantiasa membubung ke alam Samawat (alam ruhani), ketika nama Muhammad SAW disebutnya. Karena itu, mereka yang hendak menuju kepada Allah (wushul) peran Shalawat sebagai pendampingnya, karena keparipurnaan Nabi itu menjadi jaminan bagi siapa pun yang hendak bertemu dengan Yang Maha Paripurna.

Muhammad, sebagai nama dan predikat, bukan sekadar lambang dari sifat-sifat terpuji, tetapi mengandung fakta tersembunyi yang universal, yang ada dalam Jiwa Muhammad SAW. Dan dialah sentral satelit ruhani yang menghubungkan hamba-hamba Allah dengan Allah. Karena sebuah penghargaan Cinta yang agung, tidak akan memiliki nilai Cinta yang hakiki manakala, estetika di balik Cinta itu, hilang begitu saja. Estetika Cinta Ilahi, justru tercermin dalam Keagungan-Nya, dan Keagungan itu ada di balik desah doa yang disampaikan hamba-hamba-Nya buat Kekasih-Nya. Wallahu A’lam.

Para sufi memberikan pengajaran sistematis kepada umat melalui Shalawat Nabi itu sendiri. Dan Shalawat Nabi yang berjumlah ratusan macam itu, lebih banyak justru dari ajaran Nabi sendiri. Model Shalawat yang diwiridkan para pengikut tarekat, juga memiliki sanad yang sampai kepada Nabi SAW. Oleh sebab itu, Shalawat adalah cermin Nabi Muhammad SAW yang memantul melalui jutaan bahkan milyaran hamba-hamba Allah bahkan bilyunan para malaikat-Nya.


Sumber:
http://suryaningsih.wordpress.com/2007/05/21/hukum-dan-dalil-dalil-shalawat/

Kamis, 21 Mei 2009

Daftar Nilai

DAFTAR NILAI AL ISLAM SMP MUHAMMADIYAH 22 PAMULANG

KELAS IX

TAHUN PELAJARAN 2009/2010

SEMESTER GASAL

Selasa, 19 Mei 2009

IMAN KEPADA QADHA DAN QADAR


Friday, December 08, 2006

Iman Kepada Qadha dan Qadar

Definis:


Menurut buku paket Al Islam terbitan Suara Muhammadiyah:

“Mempercayai bahwa Alah telah menetapkan segala yang berkenaan dengan manusia baik dan buruknya (menurut kesan mata manusia) semenjak zaman azali, sebagiannya tidak dapat berubah dan sebagian lainnya masih dimungkinkan berubah didasarkan pada keinginan manusia”.

Qadar, Taqdir, dan Takdir

Dan (Allah) menetapkan qadar-qadar untuk mereka.”

Penjelasan tentang takdir dengan menghadirkan bagian yang paling mendasar dari keimanan kepadanya; yang disepakati oleh seluruh umat Islam, kecuali golongan yang secara ekstrim menolak adanya takdir Sang Pencipta. Allah Subhânahu wa Ta’âlâ menciptakan semua makhluk dan Dia mengetahui keadaan mereka baik secara global maupun terperinci, bahwa Allah Subhânahu wa Ta’âlâ telah menentukan qadar-qadar bagi mereka (di sini sengaja tidak digunakan kata takdir supaya selanjutnya tidak disamakan antara qadar, taqdir, dan takdir; karena memang berbeda).

Sebelum Langit dan Bumi Diciptakan

Dalam sebuah hadits shahih yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari ‘Abdullah bin ‘Amru bahwa Rasulullah Shallallâhu ‘Alayhi wa Sallam bersabda,

كَتَبَ اللَّهُ مَقَادِيرَ الْخَلاَئِقِ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ بِخَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ
Allah telah menulis miqdar-miqdar semua makhluk 50.000 tahun sebelum menciptakan langit dan bumi.” (HR. Muslim No: 4797)

Ulama Ahlussunnah menjelaskan bahwa penulisan ini adalah penulisan ilmu Allah Subhânahu wa Ta’âlâ tentang semua makhluk-Nya di Lauh Mahfuzh. Inilah yang disebutkan oleh Allah Subhânahu wa Ta’âlâ dalam firman-Nya,

Dan di sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia, dan Dia mengetahui apa yang ada di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (juga), dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (QS. Al-An’am: 59)

Kadar dan Ketetapan

Selain pada hadits di atas kata miqdar disebut oleh Allah tiga kali di dalam al-Qur’an; yaitu dalam surat Ar-Ra’ad: 8, As-Sajdah :32, dan Al-Ma’arij :4. Penyebutan kata miqdar dalam ketiga surat ini sama-sama bermakna kadar atau ukuran, bukan ketetapan.

Kata qadar dan taqdir serta kata-kata yang merupakan kata turunan dari keduanya menjelaskan salah satu dari dua makna: kadar atau ukuran dan ketetapan atau ketentuan Allah. Di antara ayat-ayat yang bermakna kadar atau ukuran adalah:

Yang menciptakan dan menyempurnakan (penciptaan-Nya) dan yang memberi kadar (masing-masing) dan memberi petunjuk.” (QS. Al-A’la: 2-3)

Dan Dia menetapkan kadar-kadarnya dengan serapi-rapinya.” (QS. Al-Furqan: 2)

Dan Allah menetapkan ukuran malam dan siang.” (QS. Al-Muzzammil: 20)

Adapun sebagian ayat yang berarti ketetapan atau ketentuan adalah:

Kecuali istrinya (Luth); kami telah menentukan bahwa sesungguhnya ia termasuk orang-orang yang tertinggal (bersama orang-orang kafir lainnya).” (QS. Al-Hijr: 60)

Kami telah menentukan kematian di antara kamu dan Kami sekali-kali tidak dapat dikalahkan.” (QS. Al-Waqi’ah: 60)

Dan ketetapan Allah Subhânahu wa Ta’âlâtu adalah ketetapan yang pasti berlaku.” (QS. Al-Ahzab: 38)

Dari mana kita tahu perbedaan makna dari ayat-ayat di atas? Tentunya dari para ahli di bidangnya, para mufassir. Itulah sebabnya menurut ahlussunnah memahami Al-Qur’an tak cukup berbekal kemampuan berbahasa Arab saja. Keterangan dari para mufassir mesti diperhatikan jika tidak ingin tersesat.

Maksud kadar atau ukuran di sini adalah bahwa dalam menciptakan makhluk-makhluknya Allah Subhânahu wa Ta’âlâ telah mengukur dan menakar kadar semua makhluk sesuai dengan hikmah-Nya. Dari sini terciptalah keseimbangan di jagat raya ini. Misal dari pengukuran ini adalah penciptaan lalat. Dalam berkembang biak lalat menghasilkan jutaan telur. Tetapi lalat tidak dapat bertahan hidup lama. Allah Subhânahu wa Ta’âlâ mengukur umurnya tak lebih dari dua minggu. Seandainya lalat diberi umur panjang, beberapa tahun misalnya, maka pastilah bumi ini dipenuhi oleh lalat, dan kehidupan sekian jenis makhluk, khususnya manusia akan menjadi mustahil.

Contoh lainnya adalah ular. Ular adalah salah satu binatang yang oleh Allah Subhânahu wa Ta’âlâ diberi senjata untuk melindungi diri dari kepunahan. Dari sekian banyak jenis ular Allah Subhânahu wa Ta’âlâ mengukur dengan memberikan bisa atau racun yang berbahaya bahkan mematikan kepada ular-ular berukuran kecil. Sedangkan ular-ular yang berukuran besar Allah Subhânahu wa Ta’âlâ menciptakan mereka dengan otot yang sangat kuat yang biasa dipakainya untuk membelit musuh atau mangsanya sampai lemas, tetapi jarang sekali yang berbisa mematikan.

Sedangkan yang dimaksud dengan ketetapan bukanlah paksaan seperti dipahami oleh golongan Jabriyyah, melainkan bahwa Allah Subhânahu wa Ta’âlâ menciptakan semua makhluk dengan ilmu-Nya yang sempurna dan meliputi segala sesuatu yang ditulis-Nya di Lauh Mahfuzh; sehingga semua yang terjadi adalah yang telah diketahui oleh Allah Subhânahu wa Ta’âlâ dan ditulis-Nya di sana. Maknanya, apa pun yang akan terjadi pada diri kita dan apa pun yang akan kita lakukan, baik itu perbuatan baik atau buruk, semua sudah diketahui oleh Allah Subhânahu wa Ta’âlâ dan telah tertulis di Lauh Mahfuzh.

Meyakini dua sisi cakupan iman kepada takdir ini wajib bagi setiap muslim yang mengaku sebagai ahlussunnah wal jamaah.


Hikmah Tasyri’

Ada beberapa hikmah dari disyariatkannya iman kepada takdir. Hikmah yang dapat dipetik oleh orang-orang yang benar-benar percaya kepadanya. Di antara hikmah-hikmah itu adalah;

  • Meningkatkan etos kerja dan optimisme dalam diri. Penghayatan seorang mukmin bahwa segala sesuatu di dunia ini sudah ditetapkan kadarnya akan membuatnya bekerja dengan sebaik-baiknya. Sebab ia tahu, semakin ia bersungguh-sungguh semakin dekatlah ia ke pintu kesuksesan dan keberhasilan. Itulah kadar yang ditetapkan Allah Subhânahu wa Ta’âlâ.

  • Memupus kekecewaan. Meskipun Allah Subhânahu wa Ta’âlâ telah menentukan kadar-kadar yang salah satunya adalah hukum sebab akibat, terkadang buah usaha tidak tercapai. Inilah kegagalan.Orang yang tidak percaya kepada takdir atau percaya tetapi tidak utuh akan mudah berputus asa dalam kondisi demikian. Bahkan tidak sedikit yang mencoba untuk bunuh diri. Berbeda halnya dengan orang yang imannya benar. Orang yang beriman paham benar bahwa yang bisa dilakukannya hanya berusaha. Allah-lah yang menentukan. Itu pun masih ditambah dengan adanya kabar gembira dari Allah Subhânahu wa Ta’âlâ, bahwa itu adalah ujian. Ada pahala tersendiri jika kita bersabar. Pun yang dinilai oleh Allah Subhânahu wa Ta’âlâ adalah upaya kita bukan hasil.

  • Memupuk rasa syukur kepada Allah Subhânahu wa Ta’âlâ. Saat seseorang memperoleh hasil kerja yang memuaskan setelah dibantu oleh orang lain, dia akan dinilai sebagai orang yang berakal jika ia berterima kasih kepada yang telah membantunya. Maka dari itu orang yang beriman kepada takdir akan menjadi orang yang paling pandai bersyukur. Sebab semua usaha dan upayanya untuk meraih kebaikan dunia dan akhirat, tak satu pun yang lepas dari takdir Allah Subhânahu wa Ta’âlâ. Belum lagi jika usaha yang kecil berbuah besar.

  • Menumbuhkan keberanian. Dalam berpegang atau menyampaikan kebenaran terkadang seseorang dihadapkan pada kekuatan tirani yang kejam. Jika ia seorang yang percaya bahwa semua telah diketahui dan ditulis oleh Allah Subhânahu wa Ta’âlâ, dia tidak akan lagi takut kepada apa pun termasuk kematian. Asalkan sudah mengupayakan cara terbaik yang sesuai dengan aturan syariat, apa pun hasilnya bukan masalah baginya.

  • Mengikis kesombongan. Seorang yang beriman mengerti bahwa capaian yang diraih seseorang baik itu berupa harta kekayaan, jabatan, atau pun segala sesuatu yang bisa disombongkan, semua itu tidak ada yang terlepas dari takdir dan izin Allah Subhânahu wa Ta’âlâ. Semua dari Allah Subhânahu wa Ta’âlâ. Karenanya siapa yang hendak takabbur mestinya malu kepada Allah Subhânahu wa Ta’âlâ.


Wallahu a’lam.
Dari berbagai sumber

CATEGORIES: HOME BISNIS MOSLEM HOBBY

Senin, 18 Mei 2009

Materi pelajaran Al Islam Kelas ix

PROGRAM TAHUNAN


Mata Pelajaran : Al Islam Kelas / Semester : IX / Gasal
Satuan Pendidikan : SMP Tahun Pelajaran : 2008/2009

Standar Kompetensi/Kompetensi Semester 1 dan Semester 2

Semester 1
1. Meningkatkan Iman Kepada Hari Akhir
  1. Menjelaskan makna iman kepada hari akhir
  2. Menyebutkan dan menjelaskan nama-nama hari akhir
  3. Menjelaskan peristiwa hari akhir dan sesudah hari akhir
  4. Menun jukkan dan menjelaskan nash (dalil) tentang kiamat sughra dan kiamat Qubra
  5. Membiasakan diri berprilaku yang mencerminkan keimanan kepada hari akhir
Uji Kompetensi

2. Memahami dan Mempedomani Al Quran Surat Attiin
1. Membaca dengan fasih Q.S. Attiin:1-8
2. Menterjemahkan Q.S. Attiin
3. Menyalin dengan benar Q.S. Attiin
4. Menghafal Q.S. Attiin
5. Menyimpulkan isi kandungan Q.S. Attiin
Uji Kompetensi

3. Memahami dan Mempedomani Q.S. Baqarah: 153 – 203
1. Q.S. Al Baqarah ayat 153 – 158
2. (mampu membaca, mengartikan dan menjelaskan isi kandungan)
3. Q.S. Al Baqarah ayat 159 – 164
4. (mampu membaca, mengartikan dan menjelaskan isi kandungan)
5. Q.S. Al Baqarah ayat 165 – 172
6. (mampu membaca, mengartikan dan menjelaskan isi kandungan)
7. Q.S. Al Baqarah ayat 173 – 177
8. (mampu membaca, mengartikan dan menjelaskan isi kandungan)
9. Q.S. Al Baqarah ayat 178 – 182
(mampu membaca, mengartikan dan menjelaskan isi kandungan)
10. Q.S. Al Baqarah ayat 183 – 195
(mampu membaca, mengartikan dan menjelaskan isi kandungan)
11. g. Q.S. Al Baqarah ayat 196 – 203
(mampu membaca, mengartikan dan menjelaskan isi kandungan)
Uji Kompetensi

4. Memahami dan Mempedomani Hadits-hadits Pilihan
  1. Membaca, menterjemah, menyalin dan menghafal Hadits 1, 2 dan 3
  2. Membaca, menterjemah, menyalin dan menghafal Hadits 4, 5 dan 6
Uji Kompetensi

5. Memahami Syariat Qurban dan Aqiqah
  1. Menjelaskan ketentuan penyembelihan hewan
  2. Menjelaskan ketentuan qurban dan aqiqah
  3. Berlatih dalam berqurban
Uji Kompetensi

6. Memahami syariat Ibadah Haji dan Umrah
  1. Menjelaskan ketentuan haji dan umrah
  2. Memperagakan tata cara pelaksanaan ibadah haji dan umrah
Uji Kompetensi

7. Memahami tata cara Merawat Jenazah
  1. Menjelaskan tatacara memandikan jenazah
  2. Menjelaskan tatacara menshalatkan jenazah
  3. Menjelaskan tatacara menguburkan jenazah
Uji Kompetensi

8. Membiasakan Akhlaq Terpuji (Qana’ah, Tasamuh, Husnudzhan)
  1. Menjelaskan Pengertian Qana’ah, Tasamuh dan Husnudzhan
  2. Memberi contoh perilaku Qana’ah, tasamuh dan husnudzhan
  3. Membiasakan diri berprilaku qana’ah dan tasamuh dalam kehidupan sehari-hari
Uji Kompetensi

9. Memahami Adab Islami Terhadap Sesama Makhluk
  1. Menjelaskan Adab Islami terhadap sesama makhluk, terhadap hewan, tumbuhan dan Lingkungan sekitar
  2. Mengamalkan Adab Islami terhadap sesama makhluk, terhadap hewan, tumbuhan dan Lingkungan sekitar
Uji Kompetensi

10. Memahami Perkembangan Islam Nusantara/
1. Menjelaskan perluasan Islam di Nusantara

11 Memahami Perkembangan Islam di Afrika dan Eropa
1. Menjelaskan perluasan Islam di Afrika
2. Menjelaskan sejarah masuknya Islam ke Spanyol
Uji Kompetensi




SEMESTER GENAP

1. MEMAHAMI DAN MEMPEDOMANI Q.S. AL INSYIRAH/
1. Mampu membaca Q.S. Al Insyirah
2. Mampu menghafal Q.S. Al Insyirah
3. Mampu mengartikan mufradat penting dari Q.S. Al Insyirah
4. Mampu menjelaskan isi kandungan Q.S. Al Insyirah
Uji Kompetensi

2. MEMAHAMI DAN MEMPEDOMANI Q.S. AL BAQARAH 204 – 220/
1. Mampu membaca Q.S. Al Baqarah: 204 - 220
2. Mampu menjelaskan kandungan Q.S. Al Baqarah: 204 - 220
3. Mampu menarik hubungan konsep Q.S. Al Baqarah: 204 – 220 dengan contoh realitas
kehidupan sehari-hari
Uji kompetensi

3. MEMAHAMI DAN MEMPEDOMANI HADITS-HADITS PILIHAN/
1. Mampu membaca hadits-hadits pilihan
2. Mampu mengartikan hadits-hadits pilihan
3. mampu menjelaskan hadits-hadits pilihan
Uji Kompetensi

4. MENINGKATKAN IMAN KEPADA QADHA DAN QADAR/
1. Mampu menjelaskan makna iman kepada qadha dan qadar
2. Menyebutkan cirri-ciri iman kepada qadha dan qadar
3. Mampu memberi contoh perilaku iman kepada qadha dan qadar dalam kehidupan
sehari-hari
4. Mampu menjelaskan hubungan qadha dan qadar dengan ikhtiar dan tawakkal
5. Menunjukkan perilaku hidup yang selaras dengan keimanan pada qadha dan qadar dalam
kehidupan sehari-hari
Uji kompetensi

5. MEMAHAMI HAL-HAL YANG MENGHAPUSKAN IMAN/
1. Mampu menjelaskan hal-hal yang dapat merusak Iman
2. Mampu mengidentifikasi prilaku-prilaku yang dapat merusak iman dalam kehidupan
sehari-hari
Uji kompetensi

6. MEMAHAMI SYARIAT MUNAKAHAT/
1. Mampu menjelaskan pengertian nikah
2. Mampu menjelaskan hukum, tujuan, rukun dan syarat Nikah
3. Mampu menjelaskan pengertian Thalaq, Rujuk dan Iddah
Uji Kompetensi

7. MEMAHAMI SYARI’AT MAWARIS/
  1. 1. Mampu menjelaskan pengertian mawaris
  2. 2. Mampu menjelaskan ketentuan-ketentuan mawaris
  3. 3. Mampu menerapkan rumus hitungan mawaris yang sederhana
Uji Kompetensi

8. MENGHINDARI PERILAKU TERCELA ( Zhalim, Su-udzhan, Takabur) /
  1. Mampu menjelaskan pengertian zhalim, su-udzhan dan takabur
  2. Mampu mengidentifikasi prilaku-prilaku yang termasuk kategori zhalim, su-udzhan, dan takabur
  3. Mampu menjelaskan bahaya dari zhalim, su-udzhan dan takabur
Uji Kompetensi

9. MEMAHAMI SEJARAH MASUKNYA ISLAM DI NUSANTARA/
  1. Mampu menjelaskan peran pedagang Gujarat
  2. Mampu menjelaskan perkembangan Islam di Indonesia
  3. Mampu menjelaskan peranan kerajaan Islam Indonesia
  4. Mampu menjelaskan peranan Ulama
  5. Mampu menjelaskan perkembangan Islam zaman kemerdekaan
Uji Kompetensi



Pamulang, Juli 2008
Guru Mata Pelajaran
Mengetahui,
Kepala Sekolah


Yunus Anis, S.Ag.
Drs. Hudaefi